Bacaan Injil kita pada hari ini menceritakan tentang pertobatan seorang perempuan berdosa yang menemui Yesus di rumah Simon orang Farisi. Melalui pertemuan perempuan berdosa dengan Yesus tersebut setidaknya ada dua nilai yang dapat kita pelajari bersama sebagai berikut.
1. Kesadaran Diri untuk Mencari Tuhan
Pertemuan perempuan berdosa dengan Yesus tersebut bukan sebuah pertemuan yang wajar. Ada hal-hal yang saling bertentangan dari pribadi Yesus dan perempuan berdosa itu. Yesus bukan pendosa, Yesus adalah tokoh yang kehadiranNya banyak dinantikan orang, khususnya kaum marjinal. Perempuan tersebut seorang pendosa. Bukan perempuan yang diharapkan kehadirannya oleh masyarakat, tetapi justru dianggap sampah masyarakat. Yang menarik dari perempuan tersebut adalah upayanya untuk berjumpa dengan Yesus, sehingga dalam Injil dinyatakan bahwa: “Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi” (ayat 37). Perempuan tersebut seakan sudah tidak punya rasa malu walaupun kenyataannya dia dianggap rendah oleh masyarakat karena dosanya, sehingga dengan sangat berani ia datang ke rumah orang Farisi. Seorang perempuan berdosa yang tidak taat pada hukum Tuhan datang ke rumah orang Farisi di mana orang Farisi pihak yang sangat taat pada hukum-hukum Taurat. Perempuan berdosa tadi berani menerobos kesalehan orang Farisi hanya untuk berjumpa dengan Yesus.
2. Penyerahan Diri dalam Totalitas Pelayanan
Perempuan berdosa yang menjumpai Yesus bukan hanya sekedar datang dan berdiam diri. Walaupun tuan rumah mencibir perempuan itu dalam hati, tetapi dia datang dengan satu misi yaitu melayani Yesus. Hal tersebut tampak dalam tindakan nyata perempuan yaitu: “…datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi” (ayat 37). Minyak wangi dalam tradisi Alkitab merupakan tanda berkat dan pemberian otoritas oleh Allah. Perempuan tersebut membawa tanda berkat yang diberikan kepada Yesus. Seorang perempuan berdosa berani mengubah konsep berpikir orang-orang pada saat itu tentang berkat sehingga berkat yang seharusnya dilayankan oleh pihak suci dan sakral tetapi justru dicurahkan oleh pihak profan. Tetapi justru melalui peristiwa itu kita dapat belajar begitu antusiasnya perempuan itu untuk menghormat Yesus sekalipun dia seorang berdosa. Perempuan itu tidak hanya membawa minyak, tetapi dia juga: “…membasahi kaki-Nya itu dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu” (ayat 38). Pembasuhan kaki dilakukan oleh perempuan tersebut, dengan air matanya. Bukankah itu berarti bahwa perempuan berdosa benar-benar tunduk di bawah kaki Yesus dengan menyesali segala dosa kesalahannya? Perempuan itu juga menyeka kaki Yesus bukan dengan kain lap tetapi dengan rambutnya. Rambut dalam tradisi Alkitab merupakan tanda perhiasan bagi perempuan maupun laki – laki. (bagi laki-laki masih ditambah dengan jenggot yang panjang). Perempuan berdosa itu mengurai rambutnya dan menjadikan rambutnya seperti kain penyeka. Bukankah itu berarti bahwa perempuan berdosa itu menyerahkan “perhiasan” miliknya untuk membersihkan kaki Yesus?