Rasanya semua orang seharusnya memimpikan hidup dalam perdamaian. Bukankah indah hidup aman dan tenang dalam perdamaian? Saya katakan seharusnya, karena hari-hari ini kita melihat bahwa jumlah orang yang lebih suka tidak berdamai, provokatif, fanatik destruktif, mencintai perpecahan, perdebatan dan keributan ternyata terus bertambah banyak apalagi menjelang pemilu tahun 2019 yang akan datang.
Tapi orang normal yang baik-baik tentu merindukan suasana damai dalam hidupnya di manapun mereka tinggal. Sayangnya ada banyak di antara kita yang merindukan kedamaian tanpa sadar banyak melakukan hal-hal yang bisa mencederai perdamaian itu sendiri. Bagaimana bisa? Bukankah kita tidak berperang dengan orang lain? Benar. Mungkin kita tidak sedang berperang melawan orang. Tapi secara tidak sadar kita seringkali dengan mudahnya memupuk kebencian terhadap orang lain. Kita mudah marah dan saat terbakar emosi kita gampang mengeluarkan kata-kata yang penuh dengan caci maki, menghujat atau mengomentari orang lain dengan sinis bahkan kasar. Kita mudah untuk merasa iri terhadap kesuksesan orang lain, bahkan tidak sedikit orang yang berlaku kasar kepada istri dan anak-anaknya sendiri.
Alasan stres kerja, merasa dilecehkan,direndahkan, tekanan di kantor dan lain sebagainya bisa jadi dipakai sebagai alasan pembenaran tindakan yang sama sekali tidak baik ini. Kita lebih mudah mengkritik ketimbang memuji. Kita lebih mudah untuk sinis ketimbang dengan tulus mengakui kelebihan orang lain. Jika demikian, bagaimana mungkin kita bisa memimpikan sebuah tatanan dunia yang ramah, damai dan penuh kasih, jika kita sendiri tidak bisa melakukan sesuatu untuk itu? Bukankah itu berarti bahwa dalam banyak hal, ada tidaknya sebuah kedamaian itu sangat tergantung dari kita juga?
Saudara, melalui bacaan Injil Lukas 21:25-36, terkhusus ayat 34-36 dinasihatkan untuk selalu berjaga-jaga selama kita hidup di dunia ini. Tuhan Yesus menasihatkan supaya hati kita jangan “sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan duniawi” dengan kata lain menjaga diri kita dari tawaran-tawaran dunia yang tidak baik di hadapan Tuhan! Sambil kita berdoa atau menjaga hubungan kita dengan Bapa kita yang ada di Sorga. Menjaga diri dan menjaga hubungan kita dengan Tuhan adalah cara supaya kita merawat tunas-tunas kedamaian. Kita mulai dari diri kita masing-masing untuk menjadi duta-duta kedamaian dimanapun kita berada.
Di tengah kenyataan hidup yang seperti ini, betapa kita menyadari pentingnya menjaga dan merawat damai di tengah kehidupan. Melalui tema “Merawat Tunas Damai” ini kita diajak untuk memahami bahwa kedatangan Kristus ke dunia merupakan penggenapan janji Allah dalam menghadirkan damai di dunia serta terpanggil menghadirkan damai dalam dunia. Sebab itu, di masa penantian ini mari kita turut berperan serta menjaga dan merawat kedamaian.