Ada sebuah kalimat yang barangkali cukup mengganggu orang-orang yang berprofesi sebagai guru. Perkataan itu muncul dalam kesaksian Firman Tuhan yang disampaikan oleh Yakobus, ”Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang diantara kamu mau menjadi guru”. Siapakah yang disebut sebagai guru menurut Yakobus? Nampaknya Yakobus saat itu tidak sedang mengkritik profesi guru secara umum.
Yang terjadi pada saat itu adalah bahwa ada banyak guru kitab suci yang tidak menjalankan perannya dengan bijaksana. Ada banyak guru yang mengajarkan sesuatu yang dia sendiri tidak kerjakan. Tidak ada integritas dalam kehidupan beberapa guru saat itu.
Dalam sebuah jemaat di mana ajaran mengenai Kitab Suci perlu ditumbuhkan, para guru tentu memegang peranan penting. Maka, Yakobus hendak mengingatkan agar jangan menjadi guru yang sembarangan. Jangan semua orang mengajar mengenai Injil sesuai selera dan kepentingan masing-masing, karena akan mengakibatkan kebingungan dalam kehidupan umat. Yakobus mengkritik praktik pengajaran yang tidak diimbangi dengan tingkah laku yang nyata. Orang-orang yang pandai mengkritik namun tidak menjalankan hidup yang cukup etis. Maka jelas bagi kita, Yakobus tidak sedang mengkritik profesi (guru), melainkan praktik para mengajar yang tidak berintegritas.
Dalam rangka menjelaskan maksudnya, Yakobus mengulas mengenai pentingnya setiap orang menggunakan lidahnya. Yakobus berkata, “Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara besar, “ (ay. 5). Pada ayat ini kata ‘memegahkan’ terjemahan dari bahasa yunani ‘aucheo’ , makna kata ini selalu mengandung makna kata negatif, yang mencakup kesombongan melebihi Allah. Kuasa lidah digambarkan seperti api, yang mempunyai kekuatan/ kemampuan menghancurkan. Betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang luas. Lebih lanjut Yakobus menegaskan bahwa penggunaan lidah yang tidak terkontrol merupakan perwujudan dari kejahatan. Kejahatan yang berasal dari dalam hati. Hati yang penuh kejahatan membawa dampak menodai seluruh tubuh. Kejahatan yang berasal dari dalam hati adalah kejahatan yang berasal pikiran dan keinginan yang membuat lidah menjadi jahat dan membawa dampak pada seluruh keberadaan manusia. Sadara-saudara yang dikasihi Tuhan. Yesaya 50:4-9a terkenal dengan sebutan Nyanyian Hamba Tuhan. Hamba di sini digambarkan dengan sebutan seorang murid Tuhan yang baik, yang menghadapi penderitaan karena musuh. Khusus ayat 4 menunjukkan hal yang menarik, ketika hamba itu diberi “….lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu.” Frase “lidah seorang murid” di sini memiliki makna yang penting karena dengan lidah itulah sang hamba Tuhan yang sekalipun mengalami penganiayaan yang berat, tidak membalas dengan aniaya atau hujatan. Hamba Tuhan itu justru mengeluarkan perkataan yang memberi semangat bagi orang lain. Bahkan dalam keadaan berat sekalipun, lidah tetap digunakan untuk sesuatu yang positif. Tentu saja lidah seorang murid tersebut juga menjadi teladan bagi kita semua pada zaman ini, yang barangkali mengalami penderitaan akibat perkataan atau perlakuan orang lain.