Dalam khotbah-Nya, Tuhan Yesus mengatakan kepada para pendengar bahwa mereka adalah ‘garam dan terang’ dunia. Berita itu dinyatakan di tengah situasi umat yang menderita di bawah pemerintahan penjajahan Romawi. Mereka merasa hina, tidak bahagia, miskin dan tertindas. Di tengah situasi seperti itu, mereka merasa bukan siapa-siapa. Namun, Yesus mengubah pandangan mereka. Yesus memotivasi pendengar, bahwa mereka ‘sangat berharga’. Mereka memiliki peranan penting bagi kehidupan. Mereka adalah garam dan terang.
Mungkin bagi kita saat ini, garam bukanlah sesuatu yang istimewa. Mudah didapatkan dengan harga yang murah. Namun, pada zaman Tuhan Yesus. Garam adalah barang yang mahal. Bahkan, dalam sejarah dunia, garam pernah menimbulkan peperangan, ketika negara-negara berebut sumber-sumber penghasil garam. Demikianlah garam menjadi sesuatu yang penting. Garam hampir ada di setiap industri makanan. Dan makanan adalah sumber energi bagi kehidupan. Itu artinya, garam benar-benar diperlukan bagi kehidupan manusia.
Garam pada zaman Yesus berbeda dengan garam yang kita temui saat ini. Sebab, pada zaman Yesus, jarang sekali ada garam yang sudah dimurnikan. Kebanyakan, garam bercampur dengan senyawa lain. Karena itu, sebelum digunakan perlu dimurnikan terlebih dahulu. Garam jenis ini, tidak bertahan lama. Sebab, lama-kelamaan rasanya menjadi tawar. Itulah sebabnya, garam jenis ini tidak boleh disimpan terlalu lama. Ia harus dikeluarkan dari tempatnya dan digunakan agar dapat berfungsi sebagaimana seharusnya. Agar ia tidak menjadi sia-sia.
Kita semua adalah garam. Kita adalah terang. Kita dapat menjadi garam dan terang yang memberi dampak positif bagi sekitar kita. Menjadi pengikut-pengikut Kristus pada masa dulu dan sekarang, memiliki identitas sebagai garam dan terang. Maka, identitas pengikut Kristus itu haruslah dihidupkan melalui tindakan nyata sehari-hari. Iman harus dinyatakan dalam perbuatan. Akan tetapi, kalau cara hidup mereka sebagai orang Kristen menjadi pudar, ibarat garam yang hanya disimpan dan sudah menjadi tawar, maka hidup mereka tidak memiliki arti lagi. Sebagai ‘garam’, pengikut Kristus harus keluar dari tempatnya dan berfungsi bagi dunia. Sebagai ‘terang’, pengikut Kristus harus menjadi terang dunia, menyinarkan cahaya dari Yesus, Terang yang besar itu.
Seorang Kristen, yang menampilkan hidup sesuai dengan identitasnya, pastilah secara otomatis memberi kesan dan dampak pada sekelilingnya. Sebagaimana sebuah pelita yang diletakkan di atas gantang, sekalipun orang tidak memperhatikannya, namun orang di sekelilingnya dapat menikmati sinarnya.
Warga Kerajaan Allah adalah seperti kota yang terletak di atas gunung, yang tidak mungkin tersembunyi. Hanya kalau mereka menyembunyikan kekristenan mereka dan ketaatan mereka kepada Tuhan, maka mereka menjadi seperti pelita di bawah gantang (ay. 15). Mereka seperti bangsa Israel yang berpuasa dan beribadah kepada Tuhan, namun berlaku jahat terhadap sesamanya.