Mereka membangun harmoni kehidupan dengan saling menghargai. Bagi pihak gereja, mendengarkan suara azan pada saat khotbah sudah menjadi hal biasa. Begitu juga bagi jemaah masjid, mendengar paduan suara dari gereja juga sudah biasa. Jemaah shalat Id yang memenuhi jalan raya, termasuk area depan gereja, sudah biasa terjadi. Tak heran, walau pemimpin di gereja maupun pengurus masjid telah berganti-ganti, kedua tempat ibadah ini tetap eksis hingga sekarang. Ketika hari raya Idul Fitri jatuh pada hari Minggu, demi menghormati umat yang mengikuti shalat Id di Masjid Al Hikmah, pihak GKJ meniadakan kebaktian pagi hari. “Biasanya setiap Minggu kebaktian dilakukan empat kali. Namun, kalau hari Minggu itu bertepatan dengan shalat Idul Fitri, maka khusus kebaktian pukul 06.30 kami tiadakan,” tutur Pendeta Widiatmo Herdjanto STh, Pendeta Jemaat GKJ Joyodiningratan yang memimpin gereja tersebut selama 20 tahun. Jika perayaan Natal berlangsung, biasanya urusan parkir kendaraan dari jemaat gereja dibantu pemuda masjid. Bahkan, ketika seorang pendeta di GKJ Joyodiningratan meninggal, pengurus Masjid Al Hikmah menyediakan tempat parkir di sekitar masjid. Tugu lilin Kerukunan umat Masjid Al Hikmah dan GKJ Joyodiningratan disimbolkan dengan tugu berbentuk lilin yang didirikan persis di antara tembok gereja dan masjid. Tugu itu dibuat sebagai komitmen pihak masjid dan gereja untuk selalu menjaga hubungan baik.

Masjid Al Hikmah dibangun tahun 1947 di atas tanah milik Haji Ahmad Zaini. Adapun gedung GKJ dibangun tahun 1929. “Almarhum bapak mertua saya punya tanah persis di samping gereja. Ia lalu menyampaikan izin membangun masjid di tanah itu. Sekarang masjid diwakafkan untuk umat,” ujar Gusti Nur Aida (60) yang tinggal di Joyodiningratan sejak 1967. Pendeta gereja dari masa ke masa telah biasa memenuhi undangan halal bihalal yang diadakan warga kampung setempat. Hubungan antarumat juga terjalin cukup erat. “Kalau Lebaran saya dikirim roti oleh tetangga-tetangga yang non-Muslim. Gantian saat Natal, saya kirim kue ke tempat mereka,” ungkap Gusti. Umat masjid dan gereja pernah bahu-membahu membantu korban gempa Yogyakarta dan Klaten tahun 2006. “Waktu itu masjid sedang membuat acara bakti sosial untuk korban gempa. Gereja dan tetangga yang non-Muslim ikut memberi bantuannya,” ungkap Ketua Takmir Masjid Al Hikmah M Nasir (45). Ayah Nasir, Abu Bakar, adalah salah satu yang terlibat dalam kesepakatan menjaga hubungan harmonis antara gereja dan masjid. “Waktu masjid mau ditingkat, kami menyampaikan dan minta izin ke pendeta. Begitu juga sebaliknya, saat gereja mau ditingkat, mereka datang dan minta izin ke sini,” sebut Nasir. Menurut Nasir, pernah ada usaha provokasi dari pihak luar. Namun, latar belakang dan sejarah hubungan keduanya yang sudah terjalin baik menjadi penangkal hasutan tersebut. “Tugu lilin itu punya makna dalam. Setiap kali melihatnya, kami teringat bahwa bapak ibu kami dulu telah membangun fondasi hubungan yang baik. Jangan sampai itu rusak dalam sekejap. Hubungan seperti ini sangat indah,” kata Nasir. (GKJ.or.id)

Copyright © 2011 TimPPGI di KabarGereja

http://gkjjoyodiningratan.org/content/gereja-kristen-jawa-gkj-joyodiningratan-dan-masjid-al-himah

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.