Kehidupan orang Kristen diijinkan Tuhan untuk merasakan mendung, hujan deras dan bahkan badai yang dahsyat. Badai yang dahsyat itu dirasakan juga oleh para murid Tuhan Yesus “perahu murid-murid-Nya…diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal” (Mat 14:24) yang membuat para murid Tuhan Yesus begitu bingung dan ketakutan.

Mari kita bayangkan jika kita berada di posisi para murid, pasti badai itu merupakan sebuah ancaman bagi hidup kita yang bisa membawa kita menuju ke sebuah kematian. Bagi para pelaut, hadirnya badai merupakan sebuah hal yang tidak menyenangkan bagi dirinya karena merupakan ancaman yang sangat serius yang harus dia hadapi. Lalu bagaimana orang percaya ketika diperhadapkan dengan “badai” di dalam hidupnya? Apakah menjadi suatu ancaman juga? Jika kita membaca dan merenungkan bacaan leksionari hari ini, kita sebagai orang percaya akan mengerti bahwa tidak selamanya “badai” adalah ancaman bagi orang percaya.

Jika kita membaca dan merenungkan kisah Elia di Gunung Horeb (I Raja-raha 19:9-18), kisah Petrus ketika berjalan di atas air untuk mendekati Tuhan Yesus (Matius 14:22-33), dan kisah pelayanan pastoral Paulus kepada jemaat di Kota Roma (Roma 10:5-15), maka kita akan menyadari bahwa “badai” atau persoalan dalam hidup orang percaya adalah cara Tuhan mendidik dan membentuk ketiga pribadi di bacaan (Elia, Paulus, dan Petrus) supaya dapat percaya kepada pertolongan Tuhan ketika mereka diperhadapkan oleh permasalahan di dalam hidupnya dan percaya pada diri sendiri sehingga dapat menghadapi dan bertahan di dalam kenyataan hiudp dengan terus berupaya melakukan yang terbaik bagi Tuhan.

Saudara, kita harus percaya dan memegang teguh dalam hati serta pikiran kita bahwa ketika Tuhan mendidik dan membentuk umat-Nya, Tuhan tidak akan meninggalkan umat-Nya untuk menjalaninya seorang diri. Pengalaman sepeti ini dirasakan oleh Elia ketia ia diperintahkan untuk pergi dan kembali pada tugas-tugasnya yang belum selesai ditengah-tengah persoalan di dalam hidupnya pasca peristiwa perseturuannya dengan nabi Baal utusan Izebel, Ratu Izebel mengejar Elia untuk menuntut balas dan kematian mengintai Elia dari belakang dan Eliapun menjadi buron. Dari latar-belakang ini Elia merasakan lelah, putus asa, dan ketakutan yang luar biasa serta hampir mundur dari tugas Allah, tetapi Tuhan memberikan penguatan dan keyakinan untuk Elia bahwa Allah akan tetap menyertai Elia sampai ia menyelesaikan tugasnya. Penyertaan Tuhan juga dirasakan oleh para murid ketika mereka berada di tengah laut. Ketika badai membuat mereka takut, tetapi Tuhan Yesus berkata “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” (Mat 14:27).

Saudara, dari kisah Elia, Petrus, dan Paulus ini kita belajar bahwa dinamika atau semangat iaman akan senantiasa ada di dalam diri ketika kita percaya pada Tuhan dan mempunyai pola pikir “bahwa segala sesuatu dari Tuhan akan baik adanya” kita memotivasi diri kita sendiri dan orang lain. Jangan takut, jangan bimbang, jangan sembunyi, sebab Tuhan selalu ada bersama kita. Amin.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.