Dalam kehidupan, kita sering mendengar kata “trauma”. “Trauma” adalah suatu kondisi jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat tekanan jiwa atau cedera jasmani. Trauma jiwa biasanya terjadi karena pengalaman hidup yang menyedihkan atau menakutkan. Sedangkan trauma jasmani biasanya disebabkan oleh suatu kecelakaan. Peristiwa penyaliban dan kematian Tuhan Yesus bisa menjadikan trauma bagi para murid. Mereka begitu terpukul dan sangat bersedih.
Salah satu orang yang sangat bersedih dengan kematian Tuhan Yesus adalah Maria Magdalena. Dia menyaksikan penderitaan dan penyaliban Tuhan Yesus. Dia adalah salah satu orang yang terus setia berada di dekat Yesus, bahkan sampai pintu kubur ditutup. Tindakannya yang ingin selalu sedekat mungkin dengan Tuhan Yesus merupakan wujud cintanya kepada Yesus. Cinta inilah yang mendorong Maria untuk kembali ke kubur pagi-pagi benar ketika hari masih gelap pada hari pertama minggu itu. Cinta Maria dinyatakan dengan sikap tidak mau melepaskan Tuhan Yesus. Dan sikap itu juga menunjukkan bahwa dia mengalami trauma karena kehilangan Tuhan, seperti yang tentu juga dialami para murid yang lain. Oleh karena itu, ketika mendapati bahwa batu penutup kubur sudah terbuka, dia segera berlari memberi tahu murid yang lain bahwa ada orang yang telah mengambil Tuhan Yesus. Maria kembali terpukul dan hanya bisa berpikir sesuatu yang buruk telah terjadi. Bahkan ketika Tuhan Yesus berdiri di belakangnya, dia gagal untuk mengenali Tuhan.
Keadaan ini tidak dibiarkan oleh Tuhan Yesus. Tuhan menyapa Maria secara pribadi, dengan memanggil namanya: “Maria”. Mendengar panggilan Tuhan, Maria berpaling karena dia mengenal suara itu. Berpalingnya Maria menunjukkan kesediaan untuk beralih dari “kesedihan” atau “trauma masa lalu” kepada hal yang baru, yaitu “kebangkitan”. Ia harus beriman kepada Yesus yang bangkit. Iman kepada Yesus yang bangkit membuat Maria bertindak untuk menyentuh-Nya (memeluk-Nya). Dan Tuhan Yesus tidak mengijinkan Maria menyentuh-Nya. Tuhan memerintahkan agar Maria pergi dan memberitahu murid yang lain tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan kepergian-Nya kepada Bapa. Kita bisa melihat bahwa tindakan memeluk akan menimbulkan sikap “posesif”, merasa bahwa Yesus adalah miliknya sendiri. Dalam kehidupan iman, sikap posesif ini bisa menjadikan seseorang menjadi eksklusif, seperti pikiran orang Yahudi bahwa Mesias adalah milik mereka. Padahal Tuhan Yesus mengasihi semua orang.
Dalam minggu Paskah ini, mari kita semakin diteguhkan akan kebangkitan Tuhan. Kebangkitan yang disaksikan oleh Maria Magdalena, Kefas, dua belas murid, dan bahkan oleh lebih dari lima ratus saudara sekaligus. Percaya merupakan tanggapan atas cinta yang Tuhan nyatakan, dimana kita akan semakin hidup dalam pengharapan. Dan pengharapan itu bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi untuk kita bagikan kepada orang lain.