Bermegah adalah merasa kagum, senang, atau bahagia karena sesuatu. Orang sering kali bermegah dengan apa yang dimiliki dalam kehidupannya, misalnya di dalam kepandaian, kekuatan, kekuasaan atau kekayaan. Firman Tuhan mengingatkan bahwa kepandaian, kekuatan, maupun kekayaan tidak bisa dijadikan dasar untuk bermegah, karena semua itu hanya terbatas dan sementara.
Semua yang dimiliki manusia pada dasarnya adalah pemberian dari Tuhan. Oleh karena itu, jangan bermegah di dalam kehebatan diri sendiri, tetapi seharusnya manusia bisa menyatakan hidup bermegah di dalam Tuhan. Bermegah di dalam Tuhan berarti suatu sikap hati yang tidak menyombongkan diri di dalam apa yang dia miliki, tetapi bermegah karena apa yang dia miliki di dalam Tuhan. Orang dapat bermegah di dalam Tuhan setelah merasakan adanya kasih, keadilan dan kebenaran yang Tuhan nyatakan sehingga ada rasa kagum, hormat dan memuji kebesaran nama Tuhan.
Nabi Mikha memperingatkan Bangsa Israel dan Yehuda sebagai umat Tuhan, yang menjalani kehidupan seperti orang yang tidak mengenal Tuhan. Tuhan telah selalu menyatakan kasih dan pertolongan-Nya, namun hal itu tidak membuat umat menyadari, mengakui dan memuliakan Tuhan. Ibadah yang dilakukan umat hanya sebatas formalitas semata, karena kehidupan mereka sehari-hari jauh dari kehendak Tuhan. Tuhan menghendaki umat-Nya hidup dengan berlaku adil, mencintai kesetiaan dan rendah hati di hadapan Tuhan (Mikha 5:8). Hidup rendah hati di hadapan Tuhan merupakan perwujudan dari hidup bermegah di dalam Tuhan. Orang tidak mungkin bisa bermegah di dalam Tuhan jika dirinya masih sombong atas kehebatan diri sendiri.
Bermegah di dalam Tuhan berarti hidup mengandalkan Tuhan. Tuhan Yesus bersabda: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Matius 5:3) Berbahagialah orang yang menyadari “kemiskinannya”, yaitu kelemahan dan keterbatasannya di hadapan Tuhan, lalu hidup dengan mengandalkan Tuhan. Jadi kebahagiaan bukan terletak pada kemiskinan atau kelemahannya, tetapi kepada Tuhan yang dapat diandalkan sebagai penolong dalam kehidupan. Orang bukan bahagia karena miskin, tetapi karena sikap hidup yang percaya dan mengandalkan Tuhan saja di dalam keterbatasannya. Demikian juga berlaku: “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” Seseorang bukan berbahagia karena dukacitanya tersebut, tetapi karena ada Tuhan yang menghibur dan menopang dalam keadaan dukacitanya tersebut. Tuhan Yesus menegaskan dalam firman-Nya bahwa kebahagiaan terletak pada kehidupan yang terarah kepada Tuhan. Setiap orang yang mengenal Tuhan dipanggil untuk selalu menyelaraskan kehidupannya kepada kehendak Tuhan, sekalipun ada celaan, tantangan atau bahkan penderitaan.