Dalam Bahasa Latin, ada semboyan yang berbunyi Ora et Labora, yaitu “berdoa dan bekerja”. Melalui semboyan ini, kita diingatkan bahwa doa dan kerja merupakan satu kesatuan yang tidak seharusnya dipisahkan. Doa menjadi dasar dari apa yang kita lakukan, dan apa yang kita doakan harus kita kerjakan/usahakan. Dalam mencari nafkah melalui pekerjaan, kita berdoa menyerahkan segala usaha kita di dalam berkat Tuhan. Namun demikian, untuk mendapatkan berkat Tuhan tersebut, kita juga tetap harus berusaha. Tuhan Yesus mengajar para murid untuk selalu bertekun di dalam doa. Karena Tuhan Allah di dalam kasihNya, pasti akan menjawab doa anak-anakNya. Tuhan tidak akan membiarkan anak-anak-Nya berlama-lama berada di dalam pergumulan. Tuhan Yesus juga menekankan akan hubungan antara doa dengan kerja dengan mengatakan: “… Akan tetapi, jika Anak Manusia datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” (Luk 18:8). Tuhan Yesus mengajarkan bahwa doa harus disertai dengan iman kepada kasih Tuhan yang akan menjawab doa-doa anak-anakNya. Apa yang kita doakan, itulah yang kita kerjakan. Dan apa yang kita kerjakan, itu juga yang kita doakan.
Oleh karena itu, kita tidak boleh menekankan hanya pada salah satu hal saja yaitu berdoa saja atau bekerja saja. Doa bukanlah sarana untuk menyerahkan tanggung jawab kepada Tuhan. Berdoa saja dan berdiam diri menanti jawaban Tuhan bukanlah sikap yang tepat. Demikian juga, bekerja saja tanpa meminta berkat Tuhan juga bukan sikap yang tepat. Sikap ini yang perlu diwaspadai oleh kita yang hidup di jaman sekarang ini. Kebanyakan dari kita saat ini menjalani kehidupan dalam kesibukan. Hidup dipenuhi dengan kekuatiran dan kecemasan akan hari depan. Ada banyak tugas yang harus kita kerjakan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, bisa jadi kita kekurangan waktu untuk berdoa, menjalin hubungan intim dengan Tuhan yang memberkati kehidupan kita.
Di tengah kehidupan ini, sebagai anak-anak Tuhan kita diingatkan bahwa sehebat apapun manusia mengandalkan kekuatannya sendiri, tetap saja ada celah yang dapat membuat manusia tetap ada dalam kecemasan hidup. Saat di Sungai Yabok, Yakub dididik untuk tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri dalam mengatasi ketakutan dan kecemasan yang ada dalam pikirannya. Peristiwa dipukulnya sendi pangkal paha Yakub oleh si Lelaki (Tuhan) itu menjadi tanda bahwa sehebat apa pun diri Yakub, tetap saja ada celah kelemahannya. Allah ingin Yakub menyadari bahwa dirinya punya kelemahan dan membutuhkan Allah. Untung Yakub segera sadar akan didikan Tuhan, sehingga sekalipun dalam pergulatan itu Yakub belum kalah, namun ia kemudian “menyerah” dan meminta berkat. Kesediaan untuk berserah kepada Tuhan dan memohon berkat-Nya inilah yang menjadi kunci penting bagi Yakub dalam mengatasi kecemasan dan kekuatiran akan hidupnya.