(Markus 3 : 35 – 41)
Perasaan takut yang berlebihan bisa menimbulkan kepanikan.Tidak hanya itu, sikap menyalahkan pihak lain dan mencari kambing hitam bisa terjadi karena didasari oleh kepanikan. Pengalaman para murid bersama dengan Yesus saat berhadapan dengan angin ribut menjadi contohnya. Sebenarnya berhadapan dengan angin ribut bukanlah hal baru bagi para murid karena beberapa di antara mereka memiliki latar belakang profesi nelayan. Pastinya mereka paham tindakan-tindakan untuk menghadapi angin ribut yang datang. Namun kali ini para murid merasa ketakutan. Mungkin saja karena angin ribut yang datang begitu dahsyat sampai-sampai perahu mulai penuh dengan air. Sepertinya para murid mulai kewalahan dan tidak sanggup mengatasinya. Di tengah kerepotan dan ketakutan yang dirasakan para murid, Yesus justru tertidur. Hal inilah yang membuat para murid menjadi kesal lalu melampiaskan perasaannya dengan berkata jika Yesus tidak peduli dan membiarkan mereka semua binasa. Mendengar perkataan tersebut, Yesus tidak menanggapi kekesalan para murid. Yesus langsung mengarahkan perhatiannya pada angin ribut itu, menghardiknya, dengan berkata, “Diam! Tenanglah!” Perkataan itu begitu ampuh dalam menghentikan angin ribut. Seolah-olah perkataan itu membawa pesan kepada para murid untuk juga diam dan tenang di tengah ketakutan yang membuat mereka saling ribut seperti angin ribut yang mengguncang perahu. Yesus pun mengkritik sikap para murid yang tidak percaya dengan kuasaNya. Bukankah sebelum peristiwa ini para murid menyaksikan sendiri kejadian-kejadian dahsyat yang diperbuat oleh Yesus. Benar saja jika rasa takut yang berlebihan itu membuat seseorang mudah melimpahkan kekesalan dan nasib buruk yang terjadi kepada pihak lain. Orang terhisap dalam pusaran keributan sampai akhirnya lupa dengan masalah yang sebenarnya dan sulit menyelesaikan masalah tersebut.
Perasaan takut pasti dimiliki oleh setiap orang. Rasa takut ini tidak lepas dari pikiran-pikiran yang muncul sebagai respon atas peristiwa atau sebuah objek yang melebihi kuasa serta kekuatan manusia. Pada gilirannya, rasa takut ini kembali mempengaruhi cara berpikir manusia, karena rasa takut orang bisa berpikir dan membayangkan hal-hal yang negatif. Keputusan gegabah, tindakan yang tidak masuk akal atau pun sikap menyalahkan orang lain merupakan hasil dari pikiran manusia yang dikuasai oleh bayang-bayang ketakutan. Memang disadari bahwa rasa takut adalah hal yang mendasar dimiliki oleh setiap manusia. Meski demikian sangat penting perasaan takut itu dapat dikelola dengan baik agar tidak menjadi ketakutan yang berlebih bahkan merusak kehidupan. Sikap percaya dan penyerahan diri penuh kepada Tuhan menjadi landasan utama dalam mengelola perasaan takut itu. Jika perasaan takut itu dipengaruhi oleh sesuatu yang ada di luar batas kemampuan dan kekuatan manusiawi, maka keyakinan dan penyerahan diri kepada Allah adalah tindakan yang seharusnya. Bukankah Allah itu Mahakuasa, Sang Pemilik Kehidupan? Oleh karena itu perintah ‘jangan takut’ menjadi ungkapan yang logis dan realistis dalam sudut pandang iman kepada Tuhan, Sang Sumber Kehidupan.