Bulan Juni-Juli-Agustus adalah bulan-bulan yang penuh dengan kegiatan pendidikan. Pendidikan adalah hal penting bagi manusia. Hal inilah yang juga disadari oleh nabi Yéhézkiél (Yéhézkiél 2:1-5). Dalam bacaan kita, Yéhézkiél disapa oleh Tuhan dengan sebutan ‘anak manusia’. Kata ‘anak manusia’ hendak menyatakan bahwa sekalipun Yéhézkiél adalah manusia, dia adalah orang yang dipanggil Tuhan untuk berbicara atas nama Allah kepada bangsa Israèl. Sungguh luar biasa status yang diberikan Tuhan kepada Yéhézkiél. Ia dipanggil untuk berbicara, mengingatkan dan mendidik bangsa Israèl. Ia dipanggil sebagai pendidik bagi bangsa Israèl yang durhaka kepada Allah (Yeh. 2:5,6,8,9; 3:26,27; 12:2,3; 24:3). Sebagai seorang pendidik, Yehezikel diminta tidak boleh takut dalam situasi apapun (2:6), baik orang Yahuda mau mendengar atau tidak (2:5,7 3:11). Tugas Yéhézkiél adalah untuk menyampaikan pesan Ilahi (2:7-8). Dalam tugasnya sebagai pendidik ini Yéhézkiélakan banyak menerima penolakan dari bangsanya sendiri (3:25). Bangsa Israèl melakukan pemberontakan kepada Tuhan.
Keberanian Yéhézkiél menjalankan tugasnya, dikarenakan kesadarannya bahwa ia dipanggil oleh Tuhan. Kesadaran inilah yang membuat Yéhézkiél bisa melakukan tugas menyadarkan bangsa Israèl. Kenyakinan akan panggilan Tuhan dalam menjalankan tugas memotivasi Yéhézkiél menjalankan tugas dan berani mengahadapi risiko apapun. Hal yang senada juga dikatakan oleh Mazmur 123. Dalam ayat 1-2, Pemazmur sedang menantikan pertolongan dari Tuhan. Sikap yang dilakukan adalah ‘sukacita’ karena Tuhan memanggilnya. Sikap sukacita berarti sikap yang penuh dengan syukur akan panggilan Tuhan. Atau sikap yang penuh keyakinan, gembira, dan optimis atas setiap panggilan Tuhan. Meskipun pemazmur sedang terancam atau musuh mengamcam (ayat 3-4). Pemazmur tetap bersukacita atas panggilan Tuhan. Memang banyak yang mengolok-olok, kata-kata pedas menyakitkan, dan penghinaan, namun bagi pemazmur tetap melakukan tugas panggilan. Tuhan Yesus dalam mendidik juga mengalami penolakan dari orang-orang yang menerima pengajaranNya. Orang-orang berpikir bahwa mereka mengenal Tuhan Yesus dan keluarganya dan tidak ada yang mengesankan. Oleh karena itu mereka menolak untuk mendengarkan Tuhan.
Sebagai pendidik, kita belajar dari Rasul Paulus. Dalam II Korintus 12:1-10 kita melihatpengalaman rohaniah Rasul Paulus yang sangat spektakuler. Seluruh kisah dan pengalaman pribadi yang luar-biasa dan langka sama sekali bukan menjadi inti dari pemberitaan Rasul Paulus. Justru yang menjadi inti pemberitaannya adalah: untuk memperlihatkan bahwa sekalipun dia seorang rasul Kristus, Allah tidak memberi kepada dia sebuah dispensasi dengan menyembuhkan penyakitnya. Rasul Paulus tetap sakit dan menderita sehingga sering membuat dia menjadi lemah tubuh. Tetapi justru dalam kondisi sakitnya itu, Rasul Paulus mampu menerima dengan rela. Dia sama sekali tidak mencela Allah dan Kristus. Sebaliknya setiap Rasul Paulus mengalami penderitaan atas sakitnya, dia semakin mempermuliakan Allah dan mengasihi Kristus dengan segenap hatinya. (ay 25). Oleh karena itu, marilah kita setia melakukan panggilan menjadi pendidik, baik dalam keluarga, gereja dan masyarakat.