Yohanes 15:1-8
Dalam perumpamaan atau kiasan ini Yesus menggambarkan diri-Nya sebagai “pokok anggur yang benar” dan murid-murid-Nya sebagai “ranting”. Dengan tetap terpaut pada-Nya sebagai Sumber Kehidupan, mereka dapat menghasilkan buah. Allah dilukiskan sebagai tukang kebun yang memelihara ranting-ranting itu supaya tetap berbuah (Ay. 2, 8). Allah mengharapkan agar kita semua berbuah.
Yesus berbicara tentang dua macam ranting: yang berbuah dan yang tidak berbuah. Ranting yang tidak berbuah adalah orang-orang yang tidak lagi memiliki hidup yang datang dari iman dan kasih kepada Kristus. “Ranting-ranting” ini dipotong oleh Bapa, yaitu dipisahkan dari hubungan yang vital dengan Kristus (bd. Mat 3:10). Bila mereka tidak lagi tinggal dalam Kristus, Allah menghakimi dan menolak mereka (ayat Yoh 15:6).
Ranting-ranting yang berbuah adalah orang-orang yang memiliki hidup di dalamnya karena iman dan kasih kepada Kristus. Setelah seseorang percaya kepada Kristus dan menerima pengampunan dosa, dia menerima hidup kekal dan kuasa untuk tetap tinggal di dalam Kristus. Setelah kuasa itu diberikan, orang percaya harus menerima tanggung jawab supaya tetap selamat dan tinggal di dalam Kristus. Kata Yunani meno berarti tetap tinggal. Sebagaimana ranting hanya dapat hidup selama hidup dari pokok anggur yang mengalir ke dalamnya. Demikian pula orang percaya hanya mempunyai hidup Kristus, selama hidup Kristus mengalir ke dalamnya dengan tetap tinggal di dalam Dia atau dapat dikatakan beroleh kemenangan kekal.
Sebagai manusia yang hidup lekat pada Tuhan Sang Pokok Anggur hendaknya kehidupan kita dapat membuahkan keteladanan yang Ia ajarkan, yakni Kasih. Kasih adalah salah satu elemen terpenting dalam kehidupan manusia. Demi mendapatkan kasih, orang rela melakukan apapun. Untuk mengungkapkan kasih, orang rela membayar harga setinggi apapun. Allah memberikan kapasitas kepada semua orang untuk menghargai, mengharapkan, dan mempraktekkan kasih. Kesadaran sebagai sesama manusia seringkali sudah cukup sebagai alasan untuk saling mengasihi. Relasi yang unik antara dua orang, entah hubungan darah atau pertalian kasih, menjadi landasan yang kuat untuk saling mencintai dan mengasihi. Bukti dari pernyataan kasih dalam kehidupan kita adalah kasih kepada Tuhan dan juga sesama. Bagian tersulit adalah kasih kepada Tuhan. Kalau kita berkata bisa mengasihi Tuhan, tapi bukti mengasihi saudara atau sesama tidak ada berarti kasih itu palsu karena hanya di mulut saja.