Penyembuhan yang dikerjakan Tuhan Yesus terhadap orang yang sudah sakit selama 38tahun di tepi kolam Betesda menunjukkan kemurahan-Nya kepada kaum lemah. Kisah tersebut juga mencelikkan mata banyak orang tentang realitas kelam perlakuan diskriminatif terhadap orang-orang yang dianggap tidak berguna, yakni orang-orang sakit yang berada di tepi Betesda! Secara fungsional mereka bak ‘benalu’ yang menjadi beban publik. Itulah sebabnya orang-orang cenderung membiarkan mereka menjadi tontonan semata. Hal ini dapat direfleksikan dari ungkapan orang lumpuh tersebut di ayat 7! Bayangkan, 38 tahun tidak ada seorang pun tergerak untuk menurunkannya ke kolam saat air bergoncang! Padahal diyakini oleh semua orang di situ bahwa malaikatlah yang menggoncangkan air sehingga orang yang masuk ke dalam kolam akan sembuh! Sampai akhirnya Yesus meminta orang itu mengangkat tilam dan berjalan! Orang lumpuh itu pun sembuh! Ironisnya, ketika orang lumpuh itu sembuh, orang-orang malah memarahinya karena dianggap melanggar aturan hari Sabat: Hari Sabat tidak boleh mengangkat tilam! Sungguh pemahaman yang salah kaprah!
Karya mujizat Yesus tersebut menunjukkan kemurahan ilahi bagi orang-orang yang dipandang tak berguna! Belas kasih Yesus tersebut sekaligus juga membuka mata mereka bahwa kemurahan tersebut melampaui sekat-sekat pemisah yang dibuat oleh manusia: berguna versus tak berguna!
Kemurahan ilahi juga tampak dalam kisah pembaptisan Lidia oleh rasul Paulus di Filipi. Semula, para rasul berdebat tentang kemungkinan dicurahkannya kasih karunia Allah kepada orang-orang non-Yahudi. Namun sidang para rasul di Yerusalem (Kisah Rasul 15) membawa pencerahan baru: orang-orang non-Yahudi berhak merasakan kemurahan Allah! Paulus yang diutus untuk mewartakan kasih Kristus kepada orang-orang non-Yahudi berjumpa dengan Lidia dan komunitasnya di Filipi, area di luar Israel! Pembaptisan Lidia yang bukan orang Yahudi merupakan bukti betapa kasih Allah melimpah juga bagi bangsa lain! Dan jika kita menyimak gema tuturan narasi nyanyian pemazmur di Mazmur 67 maupun refleksi atas Wahyu 21: 10, 22-22:5, kita bisa merasakan kerinduan ilahi agar bukan hanya umat Israel yang beroleh kemurahan Allah namun juga bangsa-bangsa lain pun diperhatikan oleh Allah! Spirit dibalik gambaran ‘langit dan bumi baru’, Yerusalem baru, kota Allah, adalah kerinduan ilahi agar seluruh umat di bumi merasakan cahaya kemuliaan Allah, disembuhkan dan dipulihkan Allah! Jika isi hati Allah adalah demikian, bukankah semestinya kita pun juga memiliki pikiran dan hati seperti Allah?