Ada lagu pujian yang syairnya demikian: “JalanMu tak terselami oleh setiap hati kami. Namun satu hal ku percaya, ada rencana yang indah. Tiada terduga kasihMu, heran dan besar bagiku. Arti kehadiranMu slalu, nyata di dalam hidupku. PenyertaanMu sempurna, rancanganMu penuh damai. Aman dan sejahtera walau di tengah badai. Ingin ku slalu bersama rasakan keindahan. Arti kehadiranMu Tuhan.” Melalui pujian ini kita diingatkan bahwa memang apa yang Tuhan rencanakan dalam kehidupan kita tidak bisa kita mengerti secara sempurna. Namun kita harus tetap percaya bahwa Tuhan pasti hadir dan menyatakan pertolongan-Nya.
Kita melihat Bangsa Yahudi sebagai Bangsa pilihan merasa bahwa mereka adalah bangsa yang lebih dikasihi. Mereka seringkali menganggap rendah orang-orang non-Yahudi. Mereka sering kali menyebut orang non-Yahudi sebagai “kafir”, atau bahkan “anjing” seperti dalam bacaan di Matius 15:21-28. Bahkan para murid juga merasa bahwa Tuhan Yesus hanya hadir untuk Orang Yahudi. Oleh karena itu, ketika ada seorang perempuan Kanaan yang datang meminta pertolongan kepada Tuhan Yesus, wajar jika Tuhan Yesus diam saja. Tuhan Yesus tidak segera merespon apa yang diminta oleh perempuan itu. Para murid juga menunjukkan penolakan kepada perempuan itu dengan berkata: “Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak. Oleh karena itu, Tuhan Yesus berfirman: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” Tuhan nampak mengambil pemikiran orang Yahudi, termasuk para murid-Nya, yang tentu tidak berharap Tuhan Yesus menolong perempuan itu. Tuhan juga mengingatkan akan status perempuan itu sebagai orang Kanaan, bukan Umat Pilihan. Namun ternyata perempuan itu tidak menyerah dengan sikap penolakan yang dia terima. Dia tetap saja meminta pertolongan kepada Tuhan. Sampai akhirnya, sebuah istilah negatif yang juga sering dipakai Orang Yahudi waktu itu untuk orang non Yahudi juga dipakai oleh Tuhan, dengan berfirman: “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Perkataan ini seharusnya membuat perempuan Kanaan itu mundur, karena memang dia tidak pantas untuk ditolong. Namun perempuan ini tidak mundur. Dia bahkan dengan rendah hati menyadari akan posisinya, namun dia tetap percaya akan pemeliharaan Tuhan, sekalipun dalam bentuk remah-remah. Dia tidak meminta hak orang Yahudi, namun hanya meminta dan bersyukur sekalipun hanya dari remah-remah (dalam bahasa jawa: gogrogan). Sikapnya ini dipandang Tuhan sebagai iman kepada Tuhan. Tuhan Yesus menolong dia sesuai dengan imannya. Perempuan Kanaan ini menjadi teladan akan iman yang tetap terarah kepada Tuhan, sekalipun dia tidak tahu bagaimana caranya. Ketika tidak ada jawaban, sekalipun nampak tidak ada harapan, bahkan ketika harus menerima jawaban yang menyakitkan, dia tetap percaya akan kasih dan pertolongan Tuhan.