Tuhan telah menyatakan beragam keajaiban dalam kehidupan umat Israel, sejak keluar dari Mesir dibawah kepemimpinan Musa sampai dengan mereka masuk ke Kanaan, dibawah kepemimpinan Yosua. Semua itu menjadi sebuah tanda bahwa Allah selalu berinisiatif melakukan hal yang baik bagi umat-Nya.
Itulah sukacita pendamaian yang Allah mau nyatakan dalam kehidupan umat-Nya. Namun demikian, sukacita pendamaian itu tidak akan terjadi secara penuh jika Israel selalu bersikap tegar tengkuk. Maka dari bacaan firman Tuhan di Kitab Yosua, kita dapat melihat bahwa Allah ingin agar umat-Nya berusaha menjalin relasi dengan-Nya. Relasi itu disimbolkan dalam bentuk sunat, yang dipahami sebagai perjanjian, yang mengikat manusia pada Allah. Damai dengan Allah akan membawa kedamaian juga dengan sesama. Itulah sebabnya, dalam kondisi sukacita yang dirayakan dalam Paska, Allah pun memberikan pendamaian antara Bangsa Israel dan orang-orang Amori dan Kanaan yang tinggal di dekat Gilgal. Mereka bisa hidup bersama tanpa perselisihan.
Gambaran ini pula yang dinyatakan Tuhan Yesus dalam perumpamaan tentang Anak Yang Hilang. Kisah ini dimulai dari anak bungsu yang meminta harta bagiannya kepada Sang Bapa untuk hidup merantau, jauh dari Sang Bapa. Di perantauan, si bungsu menghabiskan hartanya dengan berfoya-foya. Akhirnya, ia jatuh miskin. Dalam kesengsaraannya, ia menyadari kesalahannya dan berencana kembali ke Bapa untuk menjadi orang upahan. Dan di rumah, Sang Bapa ternyata selalu menantikan kembalinya si anak bungsu. Ketika dari jauh dilihat anaknya kembali, hatinya tergerak oleh belas kasihan. Sang Bapa pun segera berlari, menyambut, merangkul dan mencium anaknya. Di depan Bapanya, di bungsu menyatakan akan kesalahannya dan nasibnya yang menderita karena jauh dari Sang Bapa. Dia ingin mendapatkan perlindungan kepada Bapanya, sekalipun hanya sebagai pegawai Bapanya. Namun Sang Bapa telah menyatakan pengampunannya.
Perumpamaan Anak Yang Hilang itu adalah gambaran pendamaian yang diharapkan oleh Allah. Allah mau kita terlibat dalam inisiatif yang dilakukan-Nya lewat kematian Tuhan Yesus Kristus yang sebentar lagi kita rayakan. Ia tidak menuntut kita untuk patuh kepada-Nya dengan paksaan. Ia ingin agar kita punya kesadaran bahwa kita bisa menang hanya bersama-Nya dan di dalam-Nya. Tidak hanya berhenti sampai di situ saja, Allah juga ingin bukan hanya kita yang merasakan pendamaian dan kemenangan tersebut. Ia menghendaki kita juga menjadi pendamai bagi sesama kita. Sebagaimana yang diperlihatkan oleh Rasul Paulus yang dulunya membenci Yesus dan para pengikut-Nya. Hingga suatu hari, Tuhan Yesus hadir dan menyapanya. Perjumpaaannya dengan Tuhan Yesus membuat dia mampu merasakan sukacita pendamaian dari Allah. Kini, Paulus memberi diri agar orang-orang, salah satunya penduduk Kota Korintus, merasakan sukacita pendamaian dari Tuhan. Allah tidak menutup undangannya kepada umat agar bisa merasakan sukacita pendamaian dari-Nya.